Minggu, 28 Juni 2009

SANTUN MEMBAWA MALAPETAKA

Pernyataan Cawapres Prabowo bahwa perdagangan dunia seperti perang, benar-benar suatu fakta yang memang terjadi sejak dulu, sayangnya hal ini tidak disadari oleh pemimpin-pemimpin kita. Kalau sudah sadar dan berpandangan bahwa perdagangan dunia seperti perang, pemimpin-pemimpin kita harusnya menggunakan strategi perang dan kekuatan yang memadai untuk sukses dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam perdagangan dunia tersebut, harus diperjuangkan sekuat tenaga hingga tetes darah terakhir. Jangan belum apa-apa, mengangkat senjatapun belum tetapi sudah mengibarkan bendera putih sambil tertunduk-tunduk dan membungkuk-bungkuk menyerah pada kepentingan asing.
Seperti layaknya di medan perang, "jenderal-jenderal" pemimpin negara-negara maju bersama lembaga-lembaga seperti IMF dan Bank Dunia lengkap dengan "pasukan"-nya menyerang dengan kekuatan penuh menggunakan segala cara mempengaruhi Presiden, menteri-menteri dan pejabat-pejabat Indonesia -yang memiliki pasar yang besar- untuk memaksakan kepentingannya, karena itu Presiden, menteri-menteri dan pejabat-pejabat harus benar-benar seorang yang super kuat menghadapi serangan dan bujukan pihak asing.
Dalam hal ini, SBY -yang dikenal sebagai pemimpin yang sangat santun, sangat lamban dan peragu dalam mengambil keputusan- bersama Boediono, Sri Mulyani, Marie Elka Pangestu, Hasan Wirayuda, Purnomo Yusgiantoro dsb. yang semuanya terkesan miskin rasa nasionalisme, terlalu santun, sangat bertenggang rasa, terlalu tunduk dan sangat lemah menghadapi pihak asing sangat-sangat tidak tepat mengisi posisi-posisi tersebut, mereka hanya akan menjadi bulan-bulanan pihak asing, tentunya sambil disanjung-sanjung setinggi langit oleh Amerika dan pihak asing lain sebagai "anak manis" dan menempati SBY sebagai 100 tokoh paling.berpengaruh dunia agar SBY dan orang-orang disekelilingnya hatinya berbunga-bunga (lihat: menyerah sebelum perang gaya SBY dibawah tulisan ini).
Kalahnya SBY, Boediono dkk menghadapi kepentingan asing sangat-sangat jelas, blok Cepu "dihibahkan" untuk AS, pasar bebas di Indonesia yang sangat bebas sebebas-bebasnya dengan aturan-aturannya yang sangat bebas sebebas-bebasnya melebihi negara kapitalis manapun yang paling liberal di muka bumi ini. Dalam keseharian kita, juga telah lama hadir banyak contoh kalahnya kita menghadapi asing, warung-warung dan pedagang tradisional kalah bersaing dengan raksasa Carrefour, Hypermart dan Giants, apel Malang, jeruk Pontianak dan produk buah-buahan lokal kalah produk buah-buahan impor, belakangan pemerintahan juga membebaskan pajak bea masuk impor susu sehingga berpotensi mengancam kelangsungan hidup peternak lokal.
Malapetaka sangat fatal ini sungguh pedih dialami rakyat, ekonomi rakyat hancur luluh lantak tidak berdaya bersaing diterjang hadirnya "tsunami" kepentingan ekonomi asing, mulai produk pertanian, retail hingga produk manufaktur asing, legal dan illegal berefek terjadinya kemiskinan berkelanjutan yang semakin parah. Malapetaka ini kemudian memunculkan bencana sosial yang sangat hebat dengan meledaknya angka pengangguran, bertambahnya jumlah pengemis, gelandangan, anak jalanan, pelacuran, narkoba dan melonjaknya angka kriminalitas. Belum lagi dengan masalah pendidikan, sebagian besar anak-anak bangsa semakin jauh dari gizi yang memadai untuk kecerdasannya dan semakin jauh dari pendidikan yang bermutu, sebagian anak-anak dan balita bahkan mengalami busung lapar akibat gizi buruk.
Tentunya pihak AS & asing yang selama ini memaksakan kepentingannya di Indonesia sangat-sangat senang bila Indonesia masih dalam jajahannya, tetap menjadi negara Super Liberal seperti sekarang, setidaknya hingga lima tahun kedepan bila SBY-Budiono terpilih kembali...Lanjutkan!???